Ilustrasi TikTok Shop

Oy guys, transaksi jual beli kini sudah biasa kita jumpai menggunaan platform digital terutama hadirnya platform e-commerce. Di platform ini, kita dapat dengan mudah membali barang atau jasa bahkan dari luar kota dan lebih aman dalam transaksinya.

Majunya perbankan digital membuat kita lebih gampang pula dalam melakukan pembayaran. 

Tidak dibatasi juga dengan fitur dari e-commerce yang memungkinkan kita membayar cash saat barang sudah diterima.

Bahkan kini kita jumpai scroll di sosmed kadang ada diskon nan keren dan bisa langsung bayar disitu juga.

Dan ini yang sedang Pemerintah bahas dengan adanya pembaharuan aturan perundang-undangan yang membarikan larangan tentang jual beli digital disini. Apa sebenarnya dilarang? Seberapa mana batasan dari peraturan yang baru diperbarui ini? Dan apa efek yang diterima para penjual atau seller online?

Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 

Pada 27 September 2023, pemerintah lewat Kementrian Perdagangan melakukan pembaruan tentang peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020.

Disini dirangkum dari Liputan 6 membedakan tentang platform Media Sosial dengan E-commerce dimana keduanya harus terpisah dan tidak boleh tergabung.

“Jadi ada pengaturan melalui platform, tadi sudah clear arahan Presiden (Jokowi) social commerce harus dipisah dengan e-commerce dan ini kan sudah antre banyak social commerce juga yang mau menjadi punya aplikasi transaksi,” jelas Teten Masduki.

Media Sosial disini seperti contoh TikTok, Instagram, Facebook, X dan media bersosial lainnya yang dimana tidak boleh membuka atau memfasilitasi fitur jual beli yang dimana transaksi bisa melalui platform mereka.

Sebelumnya TikTok Shop disorot karena diyakini menjadi salah satu faktor penjual tradisional sepi pembeli dan banyaknya penjual yang menutup gerai. Pemerintah juga menyadari kurang seimbangnya regulasi jual-beli online dibanding jual-beli offline.

“Kita lagi mengatur perdagangan yang fair (adil) antara offline dan online. Karena di offline diatur demikian ketat, tapi online masih bebas. Kuncinya di revisi Permendag tadi yang disampaikan oleh Pak Mendag,” ujar Teten.

Larangan TikTok Shop dan Kawan-Kawan

Dengan adanya pembaruan peraturan diatas, pemerintah resmi melarang TikTok Shop dan semua sosial media berfitur jual beli di Indonesia.

Dengan ini, masyaraat diminta menggunakan platform e-commerce yang memang dirancang dalam jual beli.

Namun bagaimana efek yang akan dirasakan para pedagang nanti?

Efek Kepada Penjual atau Seller

Dari pembaharuan diatas bisa disimpulkan:

1. Larangan jual beli di Platform Sosial Media dengan fitur Jual Beli yang bisa transaksi langsung di aplikasi.

2/ Pemakaian platform khusus jual beli dalam transaksi jual beli online

3. Adanya batasan pembelian barang import dimana tidak boleh kurang dari 100 USD. Bila kurang dari nominal tersebut ada kebijakan lain yang diatur pemerintah.

Efek pertama tentu dirasakan para penjual di TikTok Seller. Rekan-rekan diharap untuk withdraw atau mencairkan saldo bila bisa dicairkan.

Kemudian sudah total tidak bisa jualan di TikTok lagi dong? Dalam pidatonya, Pemerintah hanya melarang fitur transaksi jual-beli di sosmed. Dan menyamakan Sosmed seperti iklan di TV

Jadi penjual bisa mengiklankan dagangannya di TikTok namun semua transaksi diarahkan ke platform e-commerce, tidak langsung di sosmednya contoh TikTok Shopnya.

Kita ambil contoh lain Facebook Marketplace. Penjual masih bebas mengiklankan barang dagangannya di Facebook namun semua transaksi bisa melalui COD atau e-commerce.

Efek kedua dirasakan penjual atau pembeli produk import. “Juga arus barang, sudah diatur enggak boleh lagi di bawah USD 100. Kalau masih ada belum produk lokal nanti diatur di positive list. Jadi boleh impor tapi masuk di positive list,” tutur Teten.

Kesimpulan

Melalui pembaruan peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020, Pemerintah memisahkan antaran Sosial Media dengan E-Commerce yang tidak boleh jadi satu. 

Dengan pembaruan ini, Pemerintah berharap membantu pedagang offline atau tradisional dengan menegakkan regulasi lebih seimbang dalam transaksi online.

Penjual masih dapat menggunakan TikTok da sosial media lainnya namun sebatas beriklan atau mempromosikan daganagannya. Transaksi nantinya harus diluar platform Sosial Media, bisa melalui e-commerce dan jual-beli pada umumnya contoh COD atau survei langsung ke kios.

Penjual atau pembeli barang import ada batas pembelian yakni 100 USD. Bila kurang dari nominal tersebut ada kebijakan khusus yang diatur Pemerintah.

Sekian informasi kali ini tentang larangan TikTok Shop, pembaruan tentang peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 dan apa saja efek yang dirasakan kepada penjual nanti.

Mohon koreksinya bila ada informasi yang kurang tepat dari pembahasan diatas. Share bila artikel ini bermanfaat.

Referensi 1 | 2

Shares:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *